Baron Techno Park: Bukan Jalan-jalan, Ini Survey (Part 2)

Menerapkan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH)

Kebutuhan listrik untuk operasional kawasan Baron Techno Park seutuhnya bersumber dari pembangkit listrik tenaga hibrid yaitu teknologi yang menggabungkan pembangkit listrik konvensional dengan pembangkit listrik bersumberdaya energi terbarukan. Penerapan dan pengkajian teknologi pembangkit hibrid di kawasan ini dilatarbelakangi oleh jumlah cadangan bahan bakar fosil yang kian menurun, disertai kenaikan harga BBM plus sulitnya distribusi ke daerah-daerah terpencil sehingga pemenuhan kebutuhan listrik di daerah tersebut biayanya lebih mahal. Di sisi lain, potensi lokal yang tergolong sumber daya terbarukan seperti energi matahari, energi angin, biomassa ataupun gelombang laut melimpah. Oleh karena itu, dengan upaya pengkajian melalui uji terap di kawasan ini, kelak diharapkan dapat memberikan pasokan energi listrik terutama bagi kawasan sekitar Baron sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

P_20160411_170226

Salah satu subsistem PLTH disini yang sangat menarik perhatian saya yaitu Fotovoltaik alias Sel Surya. Terdapat sebuah gedung bernama Pusat Informasi Edukasi Multimedia Energi Terbarukan, saat masuk lewat gerbang depan pertama kali yang akan ditemukan yaitu jenis-jenis modul surya yang dipajang urut sesuai waktu pertama kali dikembangkan. Serta seperangkat panel surya bisa kita lihat dari dekat disini.

Modul Surya yaitu sejumlah sel surya yang disusun secara seri dan biasanya terdiri atas 28-36 sel surya. Modul surya tersebut bisa digabungkan secara paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu. Fotovoltaik yang beroperasi sebagai salah satu sumber EBT pembangkit listrik di kawasan ini berjumlah 360 unit (kapasitas 100Wp/unit) dan lokasinya agak dekat ke arah laut, tidak jauh dari gedung controller.

P_20160411_170001

Selain itu juga terdapat dua unit turbin angin dengan kapasitas 5kW dan 10 kW, PLT diesel, dan stasiun cuaca yang dilengkapi 6 input sensor yaitu, kecepatan angin, arah angin, radiasi matahari, temperatur dan kelembaban udara.

Bak karyawan profesional yang udah lama kerja disana, Imam menyebutkan bagian-bagian dari turbin angin. Ia mengatakan kalau yang bentuknya seperti tabung di belakang kincirnya, itu generator, berarti itu turbin untuk pembangkit.

Dalam kondisi normal, energi listrik yang dihasilkan dari fotovoltaik dan turbin angin akan disimpan di dalam batere bank melalui perangkat controller. Selanjutnya tegangan searah dari batere bank diubah oleh inverter menjadi tegangan bolak-balik yang siap disalurkan ke pelanggan. Begitu penjelasan Imam, yang saya usaha-usahain buat ngerti.

“Tapi ada saat dimana energi matahari dan angin kecil, bisa karena cuaca buruk. Pasokan energi listrik ke bank batere jadi berkurang, nah saat itulah pembangkit diesel berbahan baku biofuel sementara dipakai untuk mengisi bank batere,” lanjutnya.

Quality time di penghujung senja

Satu lagi hal baru yang saya bisa lihat langsung disini yaitu jam matahari. Letaknya agak tinggi dari state yang lain, di atas sebuah bukit tepat di pinggir tebing pantai. Jadi harus mendaki sedikit untuk kesana. Jam tersebut mengandalkan bayangan jarum jam raksasa yang menjulang menantang cahaya matahari, dimana bayangannya akan menunjukkan waktu yang sesuai. Mirip dengan jam dinding rumah tapi jarumnya diam dan posisinya melintang di tanah. Tapi sayangnya, saat kami kesana kondisinya sedang gerimis jadi bayangan mataharinya nggak ada.

P_20160411_171516

Di sisa waktu menjelang senja, sekitar setengah 6 magrib, kami habiskan untuk memandang keindahan dua bentang permukaan bumi yang kontras, antara hamparan laut biru yang luas dan daratan hijau yang tak rata. Sesekali berfoto untuk dokumentasi pribadi.

P_20160411_171913

“Kesimpulan lo hari ini gimana, Mam?” tanya saya.

“Kayaknya gua pilih proyek penelitian yang di pusat dulu aja, supaya kerjaannya lebih jelas” jawab Imam si Imajiner.

Jika melihat kondisi kawasan ini, yang baru mau bangkit lagi proyeknya, memang masih terbilang sepi aktivitas penelitiannya. Menurut saya, seharusnya dalam kurun waktu 3 tahun sejak didirikan, ini tempat 7 hari non stop orang kerja disini. Tanpa ada maksud apapun, tapi memang beda banget sama yang di luar negeri. Sepengetahuan saya dari beberapa dosen dan mahasiswa S2 di LN sana, pusat-pusat penelitian dan labor-labor lampunya nggak pernah mati, mereka meriset tiada henti. Peneliti bebas pake labor kapan saja karena 24 jam selalu buka.

Namun kembali lagi, salah satu faktor penyebab utama kenapa riset di Indonesia belum semaju negara tetangga sebelah yaitu dana. Yaudah, tinggal fokusin dana buat kegiatan riset aja, kok pusing.Ngomong pake mulut aja mah gampang, tapi complicated dalam pengurusannya. Yah, saya nggak akan bahas kerumitan upaya riset negara ini di postingan ini. Yang penting lakukan yang terbaik dan perjuangkan yang menurut kita perlu dan benar untuk diperjuangkan saja.

At least, beruntung bisa diajakin survey begini. Selain nambah pengalaman juga pengetahuan. Setidaknya kalau mau KP saya punya bayangan lebih baik KP di tempat seperti apa dan mau ambil bidang apa sebagai jalan karir dan pengabdian hidup di masa mendatang. Apakah di industri yang memang tinggal mengerjakan job yang sedari dulunya itu-itu juga dan sudah tersistem, atau di lembaga-lembaga penelitian yang pekerjaannya mencari tau hal belum pernah diketahui sebelumnya. Menantang atau tidak, dapat pengalaman atau ilmunya banyakan yang mana, dan lebih bermanfaat yang mana, semua tergantung perspektif masing-masing individu.

Selagi cahaya masih menyinari di kala senja, kami menyempatkan diri berkunjung ke Pantai Baron yang jaraknya sekitar 2.5 km dari Baron Techno Park, untuk melaksanakan shalat fardhu di 2 waktu terakhir dan sekedar menyeruput segelas kopi hangat. Membebaskan kepenatan dan mencegah penyakit ”masuk angin” di perjalanan pulang nanti.

2 respons untuk ‘Baron Techno Park: Bukan Jalan-jalan, Ini Survey (Part 2)

Tinggalkan komentar